LAPORAN
KARYA WISATA DI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
Di Susun Oleh:
TAUFIK TRI AKHYAR
Kelas XII IPA III
SEMESTER II (Genap)
SMA NEGERI 1 TRIMURJO
Jl. Karang Bolong 11 F Simbarwaringin, Trimurjo, Lampung Tengah.
TAHUN AJARAN
2010/2011
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ini telah di sahkan oleh kepala sekolah dan guru pembimbing SMA NEGERI 1 TRIMURJO LAMPUNG TENGAH pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing 1
----------------------------- NIP. | Pembimbing 2
----------------------------- NIP. |
|
|
TENTANG PENULIS
TAUFIK TRI AKHYAR, pria baik yang lahir di goras pada 14 januari 1994 ini adalah seorang pelajar yang menempuh hidup dengan pendidikan dari taman kanak-kanak, hingga sampi ke jenjang sma dan insya allah akan melanjutkan lagi ke jenjang lebih tinggi yaitu masuk ke unifersitas. Petama kali masuk ke pendidikan itu di desa tempat tinggal dilahirkannya, hinggi ke jenjang smp sampai sma dia menempuh perjalanan cukup jauh mencari sebuah pengalaman baru.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
MOTTO ……………………………………………………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ………………………………………………………
B.Perumusan Masalah………………………………………………..
C.Pembatasan Masalah……………………………………………….
D.Tujuan Kunjungan……………………………………………………
E.Manfaat Kunjungan………………………………………………….
BAB II LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KE JOGYAKARTA
A.Parangtritis……………………………………………………………….
B.Kraton Yogyakarta…………………………………………………….
C.Prambanan………………………………………………………………..
D.Malioboro…………………………………………………………………..
E.Kerajinan Perak Kota Gede…………………………………………
F.Ketepas………………………………………………………………………
G.Borobudur………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan…………………………………………………
B.Saran………………………………………………………….
LAMPIRAN-LAMPIRAN GAMBAR
MOTTO
“Setiap pemikiran manusia adalah sebuah perca kain yang berserakan, dan kita berpeluang menyajikannya menjadi sebuah permadani yang indah dan menawan.”
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS INI TELAH DI SYAHKAN OLEH KEPALA SEKOLAH DAN GURU PEMBIMBING HARI… TANGGAL… BULAN.. TAHUN 20…
Jakarta,15 JUNI 2010
Kepala Sekolah, Guru Pembimbing,
( Drs.Sartono ) ( Dwirina P, S.pd )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan karya tulis ini.
Didalam karya tulis ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan,sebagai syarat mengikuti ulangan semester II dengan topik “YOGYAKARTA KOTA EKSOTIK YANG BERBUDAYA”.Dimana didalam topik tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya tempat – tempat wisata yang ada di jogja yang indah dan menawan.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentangkota yogyakarta, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Harapan kami, semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang kota Yogyakarta.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan ini.terutama kepada rekan satu kelompok atas kerjasamanya.dan guru bahasa Indonesia yang telah membimbing dalam penyusunan karya tulis ini.
Jakarta, Juni 2010
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Daerah istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama jogja,merupakan kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram,dan sampai saat ini masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya.jogja juga memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman dahulu,salah satunya adalah candi borobu
MOTTO
“Hidup yang utama ialah punya tujuan dan tahu arah, tetapkan suatu tujuan dan rancang sebuah arah untuk mencapai tujuan tersebut dengan tepat”.
- Keimanan dan ketaqwaan adalah kunci utama kehidupan.
- Kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih bercahaya daripada berlian.
- Kesabaran itu suatu ujian, maka bersabarlah untuk melewati sebuah ujian itu.
- Keluhuran budi pekerti akan tampak pada ucapan dan tindakan.
- Kecerdasan bukanlah hal utama melainkan perbuatan dan tindakan.
- Belajar tanpa berpikir tidak ada gunanya, dan berpikir tanpa belajar adalah berbahaya.
- Belajar dari pengalaman akan jadi lebih baik, jika selalu mengoreksi.
- Belajar dari hal kecil tak masalah jika hasilnya akan jauh lebih besar.
- Berbagilah akan segala sesuatu itu bermanfaat.
- Bersyukurlah apa yang telah diberikan, atas kelebihan dan kekurangan.
KATA PENGANTAR
Assalamu’allaikum WR WB.
Alhamdullilah dengan segala puji syyukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya dan kesehatan yang telah diberikan, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi saya dalam penyusunan karya tulis ini.
Didalam karya tulis ini hanya sebatas ilmu yang bisa saya sajikan, dengan study ilmiah yang telah berhasil dilaksanakan oleh SMA NEGERI 1 TRIMURJO LAMPUNG TENGAH. Dimana didalam study ilmiah tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya tempat – tempat wisata yang ada di jogja yang indah dan menawan.
Penulis menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentangkota yogyakarta, menjadikan keterbatasan penulis pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan penulis demi kesempurnaan karya tulis ini.
Harapan penulis, semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang kota Yogyakarta.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih.
Bilahi taufik walhidayah wassalamu’allaikum WR WB.
Trimurjo, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................
TENTANG PENULIS ...............................................................................................................
MOTTO ......................................................................................................................................
PERSENBAHAN .......................................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Perumusan Masalah .....................................................................
1.3. Pembatasan Masalah ...................................................................
1.4. Tujuan Kunjungan .....................................................................
1.5. Manfaat Kunjungan ....................................................................
BAB 2 : LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KE JOGYAKARTA
2.1. Monumen jogja kembali .............................................................
2.2. Candi Prambanan ........................................................................
2.3. Malioboro ......................................................................................
2.4. Museum AAU ...............................................................................
2.5. Kraton Yogyakarta ......................................................................
2.6. Taman Pintar ................................................................................
2.7. Pantai Parangtritis .......................................................................
2.8. Candi Borobudur ...........................................................................
BAB 3 : PENUTUP
3.1. Kesimpulan ...................................................................................
3.2. Saran .............................................................................................
BAB 4 : LAMPIRAN FOTO
4.1. Monumen jogja kembali .............................................................
4.2. Candi Prambanan ........................................................................
4.3. Malioboro ......................................................................................
4.4. Museum AAU ...............................................................................
4.5. Kraton Yogyakarta ......................................................................
4.6. Taman Pintar ................................................................................
4.7. Pantai Parangtritis .......................................................................
4.8. Candi Borobudur ...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama jogja, merupakan kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram,dan sampai saat ini masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya.jogja juga memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman dahulu,salah satunya adalah candi borobudur yang dibangun pada abad ke 9 olehdinasti syailendra,sedangkan arsitek dari candi tersebut adalah gunadharma.
Pegunungan,pantai-pantai,hamparan sawah yang hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota jogja.masyarakat jogja hidup dengan damai dan mempunyai keramahan yang khaas.coba kita berkeliling desa,kita pasti akan mendapat senyuman dansapaan yang hangat dari para penduduk sekitar.
Suasana seni yang begitu terasa di jogja.malioboro yang merupakan urat nadi jogja dibanjiri barang-barang kerajinana dari segenap penjuru.para pengayuh becakpun siap mengantarkan kita mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Tak ayal bila kota jogja sangat terkenal dan merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan mancanegara,untuk berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di jogja.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kota jogjakarta?
2. Mengapa Jogjakarta sangat terkenal dimata regional maupun internasional?
3. Apa yang mempengaruhi kota jogjakarta sebagai salah satu icon indonesia?
4. Dimana saja tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan?
5. Kenapa kota Jogjakarta dikatakan sebagai kota pariwisata?
6. Mengapa jogjakarta disebut juga sebagai kota pendidikan?
7. Kapan Borobudur diresmikan sebagai keajaiban dunia?
8. Apa saja kekuatan alam yang berada di Jogjakarta?
9. Mengapa kota jogjakarta tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaannya?
10. Mengapa di kota jogjakarta terdapat banyak candi?
11. Usaha apa saja yang dilakukan untk tetap mempertahankan kota jogjakarta?
12. Bagaimana cara untuk menjaga kota wisata ini agar tetap utuh?
1.3. Pembatasan Masalah
Masalah-masalah yang dibahas di karya tulis ini adalah tentang bagaimana cara menjaga keutuhan serta keaslian semua tempat pariwisata yang ada di jogja.dan tentang pengelolaan tempat-tempat wisata ditinjau dari sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada.
1.4. Tujuan Kunjungan
Tujuannya adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di sekolah,mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di jogja, dan dapat mengetahui seluk beluk tempat-tempat wisata yang ada di jogja.
1.5. Manfaat Kunjungan
Manfaat dari kunjungan ke jogja sangat banyak antara lain :
1. menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
2. mengenal tempat-tempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia.
3. mengetahui asal usul dari tempat-tempat wisata di jogja.
4. mempererat keakraban dengan teman satu sekolah.
5. kebersamaan yang sangat erat dan kerjasama antar kelompok.
Dengan demikian diselenggarakannya kunjungan ke jogja sangat bermanfaat.
BAB 2
Laporan Hasil Kunjungan Ke Yogyakarata
2.1.Monumen Jogja Kembali
2.1.1. Sejarah Monumen Jogja Kembali
Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan Upacara Tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan pengertian yang luas, berfungsinya pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tetenger peristiwa sejarah ditarik mundurnya tentara Belpengguna dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden, Pimpinan Negara yang lain pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta. Hal ini dapat dippenggunang sebagai titik awal bangsa Indonesia secara nyata bebas dari cengkeraman penjajah khususnya Belpengguna dan merupakan tonggak sejarah yang menentukan bagi kelangsungan hidup Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Dilihat dari bentuknya Monumen Yogya Kembali berbentuk kerucut / gunungan dengan ketinggian 31,80 meter adalah sebagai gambaran “Gunung Kecil” ditempatkan di sebuah lereng Gunung Merapi. Gunung Merapi ini sangat berarti bagi masyarakat Yogyakarta baik secara simbolik maupun faktual. Muntahan lava Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, sementara itu konturnya di langit selalu menghias cakrawala Yogyakarta dimanapun orang berada, dari gunung Merapi pula sungai Winongo dan Code yang mengalir melalui kota Yogyakarta.
Secara simbolik bersama laut selatan (Istana Ratu Kidul) yang berfungsi sebagai “Yoni” dan gunung Merapi sebagai “Lingga” merupakan suatu kepercayaan yang sangat tua dan berlaku sepanjang masa. Bahkan sementara orang menyebut Monumen Yogya Kembali sebagai tumpeng raksasa bertutup warna putih mengkilat, dalam tradisi Jawa tumpeng seolah-olah sebagai bentuk gunung yang dapat dihubungkan dengan kakayon atau gunungan dalam wayang kulit, yang melambangkan kebahagiaan / kekayaan kesucian dan sebagai penutup setiap episode perjuangan bangsa.
Monumen Yogya Kembali terletak di Jalan Lingkar Utara, dusun Jongkang, desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Didirikan di atas lahan seluas 49.920 m2. lokasi ini ditetapkan oleh Sri Paduka Hamengku Buwono IX dengan alternative diantaranya terletak digaris poros antara gunung Merapi - Monumen Yogya Kembali - Tugu Pal Putih - Kraton - Panggung Krapyak - Laut Selatan, yang merupakan “Sumbu Imajiner” yang pada kenyataannya sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat Yogyakarta, dan menurut kepercayaan bersatunya Lingga dan Yoni akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini sebagai batas akhir ditariknya mundur tentara Belpengguna kearah utara, usaha kesinambungan tata kota kegiatan dan keserasian Daerah Yogyakarta.
2.1.2. Lingkungan Monumen Jogja Kembali
Taman Dan Sekitar monumen jogja kembali, melalui pintu timur terdapat koleksi antara lain :
· Replika Pesawat Cureng , Pesawat ini sumbangan dari KSAU Marsekal Madya Rilo Pambudi, tanggal 29 juni 1994.
· Meriam PSU - S60 kaliber 57 mm dan Meriam PSU Bofors L - 60 kaliber 40 mm. Meriam ini sumbangan dari Kasad, diambil dari Gudbalkir, Guspusgat dan optic Sidoarjo, Jawa Timur tanggal 28 April 1996.
· Replika Pesawat Guntai. Pesawat ini sumbangan dari KSAU Marsekal pertama Sutria Tubagus pada tanggal 29 juli 1996.
· Meriam PSU - S60 kal. 57 mm dan PSU Bofors L-60 kal. 40 mm.
· Logo/lambang.
· Daftar nama - nama Pahlawan.
Ruangan Hall Lantai satu monumen jogja kembali
· Pengelola atau Ruang Bagian Umum
· Ruang Ruang Perpustakaan
· Ruang Serbaguna
· Ruang Bagian Operasional
· Ruang Souvenir
Hall lantai 1 ini dipamerkan koleksi antara lain :
· Patung Dada Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Letnan Jenderal Oerip Soemoharjo.
· Panil foto pelaksanaan Pembangunan Monumen Jogja Kembali.
· Patung foto Imam Bonjol ( 1722 - 1864 ).
· Meriam Jugo M - 48.
· Dokar Tentara Pelajar.
· Patung Nyi Ageng Serang.
· Meriam PSU akan Bofors.
· Patung Teungku Umar ( 1854 - 1899 ).
· Patung Tjut Nya dien ( 1850 - 1908 ).
· Meriam PSU Ourlikon Kal. 20 mm.
· Meriam Jugo M-48 kal. 76 mm.
· Panil Dinding foto kegiatan Tentara Pelajar.
· Dinding Ruang Serbaguna.
2.1.3. Koleksi Museum
Ruang museum yang merupakan ruang pamer tetap dengan tema ” Seputar Pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret 1949 “.
· § Evokatif Dapur Umum
· § Evokatif Palang Merah Indonesia
· § Peta Timbul Route Konsolidasi Kompenggunan WK III
· § Peta Timbul Pembagian Wilayah Wehrkreis III
· § Alat Cetak Proef
· § Unit Caraka
· § Seperangkat Meja Kursi Tamu
· § Peta Timbul Serangan Umum 1 Maret 1949
- § Potret Diri Para Kompenggunan Sub Wehrkreis III
- § Seperangkat Meja Kursi
- § Vitrin Sudut
- § Dinding Ruang Museum Sebelah Utara
- § Meja Kerja Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- § Meja Kerja Sri Paduka Paku Alam VIII tema ” Yogya Sebagai Ibukota Negara republik Indonesia “.
- § Bagan Susunan Pemerintahan
Ruang museum yang merupakan ruang pamer tetap dengan
- § Patung Dada Ir. Soekarno
- § Patung Dada drs. Moh. Hatta
- § Teks Proklamasi
- § Foto Dokumen kegiatan Presiden dan Wakil Presiden di Yogyakarta
- § Tempat Tidur Presiden Soekarno
- § Foto Dokumen kegiatan Presiden Bersama keluarga dan Wakil Presiden di Yogyakarta
- § Patung Dada Ki Hadjar Diwantara
- § Patung Dada Kyai Haji Mas Mansyur
- § Peta Timbul Wilayah RIS
- § Meja dan Kursi Tamu Wakil Presiden Moh. Hatta
- § Potret Diri Tokoh Pimpinan Republik Indonesia
- § Kursi Kerja Komite Nasional Indonesia daerah
- § Foto Dokumen Kegiatan KNID dan KNIP
2.1.4. Koleksi Relief
- § Relief 01, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta
- § Relief 02, Gema Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta 05 September 1945
- § Relief 03, Petrempuran Kota Baru, 07 Oktober 1945 di Butai Kotabaru Yogyakarta
- § Relief 04, Kongres Pemuda di Balai Mataram Yogyakarta, 10 November 1945
- § Relief 05, Pemilihan Panglima Besar TKR di Yogyakarta, 12 November 1945
- § Relief 06, Serangan Udara Sekutu di Kota Yogyakarta, 27 November 1945
- § Relief 07, Yogyakarta Menjadi Ibukota Republik Indonesia, 04 Januari 1946
- § Relief 08, berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada di Yogyakarta, 03 maret 1946
- § Relief 09, Pengawalan dan Pengangkutan Tawanan Jepang di Yogyakarta, 28 April 1946
- § Relief 10, Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Yang Pertama di Yogyakarta, 17 Agustus 1946
- § Relief 11, Hari Ulang Tahun Pertama Angkatan Perang REpublik Indonesia di Yogyakarta, 05 Oktober 1946
- § Relief 12, Peringatan 6 Bulan Berdirinya Militer Akademi di Yogyakarta, 06 Oktober 1946
- § Relief 13, Perjanjian Linggar Jati, 15 November 1947
- § Relief 14, Pelantikan Pucuk Pimpinan TNI, 28 juni 1947
- § Relief 15, Persiapan Serangan Balas Angkatan Udara Republic Indonesia, 29 Juli 1947
- § Relief 16, Kapal Selam yang Petama di Indonesia, Juli 1947
- § Relief 17, Notulen Kaliurang, 13 Januari 1948
- § Relief 18, Penpenggunatanganan Perjanjian Renvile, 17 Januari 1948
- § Relief 19, Pasukan Hijrah Tiba di Yogyakarta, Februari 1948
- § Relief 20, Bantuan Obat-obatan dari Mesir, 05 Maret 1948
- § Relief 21, Pemberantasan Buta Huruf di Yogyakarta, April 1948
- § Relief 22, Penumpasan Pemberontakan PKI Madiun, Tanggal 18 s/d 30 September 1948
- § Relief 23, Panglima Besar Jendral Soederman Menyusun Surat Perintah Kilat, 19 Desember 1948
- § Relief 24, Perlawana TNI dan Polisi Negara di Desa Janti, Yogyakarta, 19 Desember 1948
- § Relief 25, Serangan Balas Terhadap Kedudukan Tentara Belpengguna di Kota Yogyakarta, 29 Desember 1948
- § Relief 26, Markas Besar Komando Jawa di Desa Boro, Kabupaten Kulon Progo, Januari 1949
- § Relief 27, penghancuran Jembatan kalipentung, Februari 1949
- § Relief 28,29,30,31, Serangan Umum 01 Maret 1949 di Yogyakarta
- § Relief 32, Jendral mayor Meiyer Mengancam Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 03 Maret 1949
- § Relief 33, Penghadangan Konvoi Tentara Belpengguna di Desa serut, Prambanan, 15 Maret 1949
- § Relief 34, Penarikan Mundur Tentara Belpengguna dari Kota Yogyakata, 29 Juni 1949
- § Relief 35,36, TNI, Polisi, Gerilyawan Masuk Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949
- § Relief 37, Pimpinan Negara Kembali ke Ibu Kota Yogyakarta, 06 Juli 1949.
- § Relief 38, Panglima Besar Soederman tiba di Yogyakarta, 10 Juli 1949
- § Relief 39, Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta, 19 Juli 1949
- § Relief 40, Presiden Soekarno Kembali ke Jakarta, 28 Desember 1949.
2.1.5. Koleksi Diorama
- § Diorama 1, Penyerbuan Rakyat Belpengguna Terhadap Lapangan Terbang Maguwo, 19 Desember 1948
- § Diorama 2, Panglima Besar Soederman Melapor Kepada Presiden RI untuk Memimpin Perang Gerilya, 19 Desember 1948
- § Diorama 3, Presiden dan Wakil Presiden dan Para Pimpinan lainnya Diasingkan ke Sumatera, 22 Desember 1948
- § Diorama 4, Perlawanan Rakyat bersama Tentara Nasional Indonesia Terhadap Belpengguna, 23 Desember 1948
- § Diorama 5, Konsolidasi dan Pembentukan sector Pertahanan di Ngoto, 23 dan 26 Desember 1948
- § Diorama 6, Serangan Umum 1 Maret 1949
- § Diorama 7, Penpenggunatanganan Roem-Roijen Statement, 29 Juni 1949
- § Diorama 8, Penarikan Tentara Belpengguna dari Yogyakarta, 17 Agustus 1949.
2.2.Candi Prambanan
2.2.1. Sejarah Singkat
Candi Prambanan merupakan candi hindu yang dibangun oleh raja-raja dinasti Sanjaya pada abad IX, ditemukanya tulisan nama pikatan pada candi ini yang menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan kemudian diselesaikan oleh raja Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargiha” sebagai manifest politik untuk meneguhkan kedudukan sebagai raja yang besar. Terjadinya perpindahan pusat kerajaan Mataram ke Jawa Timur berkaitan tidak terawatnya candi di daerah ini di tambah terjadinya gempa bumi serta beberapa kali letusan gunung merapi menjadikan candi prambanan runtuh tinggal puing-puing batu yang berserakan.
Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi induk Loro Jonggrang secara resmi dinyatakan selesai oleh Dr. Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Pertama.
Komplek percandian prambanan terdiri atas bawa, latar tengah dan latar atas (Latar Pusat) Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan candi-candi parawa. Latar pusat adalah latar terpenting diatas berdiri 6 buah candi besar dan kecil. Candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang paling berhadapan.
Deret pertama yaitu candi Siwa, candi Wisnu, dan candi Brahma. Deret kedua yaitu candi Nandi, candi Angsa dan candi Garuda. Pada ujung lorong yang memisah kedua deretan candi tersebut terdapat candi apit secara keseluruhan percandian ini terdiri atas 240 buah candi.
Candi Prambanan adalah mahakarya kebudayaan Hindu. Bangunannya yang langsing dan menjulang setinggi 47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi. Candi yang utama yaitu Candi Siwa (tengah), Candi Brahma (selatan), Candi Wisnu (utara). Didepannya terletak Candi Wahana (kendaraan) sebagai kendaraan Trimurti; Candi Angkasa adalah kendaraan Brahma (Dewa Penjaga), Candi Nandi (Kerbau) adalah kendaraan Siwa (Dewa Perusak) dan Candi Garuda adalah kendaraan Wisnu (Dewa Pencipta).
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur.
Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang.
Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.
Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1991. Antara lain hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, misalkan juga dalam situasi peperangan.
2.2.2. Deskripsi Bangunan
Deskripsi bangunan percandian prambanan terdiri atas latar bawah, latar tengah dan latar atas (latar pusat) yang makin ke arah dalam makin tinggi tempatnyaberturut-turut luasnya 390 m2 ,222 m2, dan 110 m2. Di dalam latar tengah terdapat reruntuhan candi Perwara. Apabila seluruhnya telah selesai di Pugar, maka aka nada 224 buah candi yang ukuranya sama yaitu luas dasar 6 m2 dan tingginya 14 m. candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan. Deret pertama yaitu Candi Siwa, Candi Wisnu dan Candi Brahma. Deret kedua yaitu Candi Nandi, Candi Angsa, Candi Garuda. Di ujung lorong yang memisahkan kedua deretan candi tersebut terdapat candi apit. Delapan candi lainya disebut candi Sudut. Secara keseluruhan percandian ini terdiri atas 240 buah candi.
1. Candi Siwa
Candi dengan luas dasar 34 Meter Persegi dan tinggi 47 meter adalah yang terbesar dan terpenting. Dinamakan candi siwa karena di dalamnya terdapat arsa SIWA MAHA DEWA yang merupakan arca terbesar.bangunan ini di bagi atas 3 bagian secara vertical kakitubuh dan kepala / atap, kaki candi menggambarkan “DUNIA BAWAH” tempat manusia yang masih diliputi hawa nafsu, tubuh candi menggambarkan “DUNIA TENGAH” tempat manusia yang telah meninggalkan keduniawian dan atap melukiskan “DUNIA ATAS” tempat para dewa. Gambar kosmos Nampak pula dengan adanya arca dewa-dewa dan mhluk surgawi yang menggambarkan gunung Mahameru (G. Everest di India) tempat para dewa. Percandian Prambanan merupakan replica gunung, itu terbukti adanya arca-arca dewa lokapala yang terpahat pada kaki candi Siwa. Empat pintu masuk pada candi itu sesuai dengan ke empat arah mata angin.
Pintu utama menghadap ke timur dengan pintu masuknya yang terbesar. Di kanan kirinya berdiri 2 arca raksasa penjaga dengan membawa gada yang merupakan manifestasi dari Siwa. Di dalam candi terdapat 4 ruangan yang menghadap ke empat arah mata angin dan mengelilingi ruangan terbesar yang ada di tengah-tengah. Kamar terdepan kosong, sedangkan ketiga kamar lainya masing-masing berisi arca-arca : Siwa Maha Guru, Ganesha, dan Durga. Dasar kaki candi di kelilingi selasar yang di batasi oleh pagar langka. Pada dinding langkan sebelah dalam terdapat relief cerita Ramayana yang dapat di ikuti dengan cara Pradaksira (Berjalan searah jarum jam) yang di mulai dari pintu utama. Hiasan-hiasan pada dinding sebelah luar berupa “Kinari –Kinari” ( Mahluk bertubuh burung berkepala manusia) “Kalamakara” (kepala raksasa yang lidahnya berwujud sepasang mitologi) dan mahluk surgawi lainya. Atap candi bertingkat-tingkat dengan susunan yang amat komplek, yang masing-masing di hiasi sejumlah “Ratna”dan puncaknya terdapat “Ratna” Terbesar.
a. Arca Siwa Mahadewa
Menurut ajaran trimurti – Hindu. Yang paling dihormati adalah dewa Brahma sebagai pencipta alam, kemudian Dewa Wisnu sebagai pemelihara, dan Dewa Siwa sebagai perusak alam, tetapi di india maupun Indonesia Siwa adalah yang paling terkenal, karenanya ada yang menghormatinya sebagai mahadewa. Arca ini mempunyai tinggi 3 meter berdiri di atas landasan batu setinggi 1 meter. Di antara kaki arca dan landasanya terdapat batu Bundar berbeentuk bunga teratai. Arca ini menggambarkan Raja Balitung tanda-tanda sebagai Siwa adalah tengkorak di atas bulan sabit pada mahkotanya, mata ketiga pada dahinya, bertangan 4 berselempangkan ular kulit harimau di pinggangnya serta senjata trisula pada sandaran arcanya. Tangan-tanganya memegang kipas, tasbih, tunas bunga teratai dan benda bulat sebagai benih alam semesta. Raja Balitung di kenal sebagai penjelmaan siwa sehingga setelah wafat dicandikan sebagai siwa oleh keturunan dan rakyatnya.
b. Arca Siwa Maha Guru
Arca ini berwujud seorang tua yang berjanggut yang berdiri dengan perut gendut, tangan kananya memegang tasbih, tangan kiri memegang kendi dan bahunya terdapat kipas. Semuanya adalah tanda-tanda seorang pertapa. Tri sula yang terletak di sebelah kanan belakangnya menandakan senjata khas siwa arca ini menggambarkan seorang pendeta alam dalam istana Raja Balitung sekaligus seorang nasehat dan guru, karena besar jasanya dalam menyebarkan agama Hindu-Siwa, maka dia di sebut salah satu aspek bentuk dari siwa.
c. Arca Ganesha
Arca ini berwujud manusia berkepala gajah bertangan 4 yang sedang duduk dengan perut gendut. Tangan-tangan belakangnya memegang tasbih dan kampak sedangkan tangan-tangan depanya memegang patahan gadingnya sendiri dan sebuah mangkuk. Ujung belalainya di masukan kedalam mangkuk itu yang menggambarkan bahwa ia tak pernah puas meneguk ilmu pengetahuan. Penghalau segaka kesulitan pada mahkotanya terdapat tengkorak dan bulan sabit sebagai tanda bahwa ia anak siwa dan uma istrinya. Arca ini menggambarkan putra mahkota sekaligus panglima perang Raja Balitung.
d. Arca Durga atau Loro Jonggrang
Arca ini berwujud seorang wanita bertangan 8 yang memegang beraneka ragam senjata cakra, gada, anak panah, ekor banteng, sankha, perisai, busur panah dan rambut berkepala raksasa Asura. Ia berdiri di atas Banteng Nandi dalam sikap “TriBangsa” (Tiga Gaya Gerak yang membentuk Tiga lekukan tubuh ) banteng nandi sebenarnya jelmaan dari Asura yang menyamar dugar berhasil mengalahkanya dan menginjaknya sehingga dari mulutnya keluarlah asura yang lalu ditangkapnya. Ialah salah satu aspek dari “SAKTI” (isteri) Siwa. Menurut mitologi ia tercipta dari lidah-lidah api yang keluar dari tubuh para dewa. Durga adalah dewi kematian maka arca ini menghadap ke utara yang merupakan mata angin kematian. Sebenarnya arca ini sangat indah bila dilihat dari kejauhan Nampak seperti hidup dan tersenyum namun hidungnya telah dirusak oleh tangan-tangan jail. Arca ini menggambarkan permaisuri raja balitung.
2. Candi Brahma
Luas dasarnya 20 meter persegi dan tingginya 37 meter. Di dalam satu-satunya ruangan yang ada, berdirilah arca brahma berkepala 4 dan bertangan 4. Arca ini sebenarnya sangat indah tetapi sudah rusak salah satu tangannya memegang tasbih yang satunnya lagi emmegang “kamandalu” tempat air. Ke empat wajahnya menggambarkan ke empat kitab suci Weda masing-masing menghadap ke arah mata angin. Ke empat lengannya menggambarkan ke empat arah mata angin. Sebagai pencipta ia membawa air karena seluruh alam keluar dari air. Tasbih menggambarakan waktu dasar kaki candi juga di kelilingi oleh selasar yang di batasi pagar langkah dimana pada dinding langkah ceritera Ramayana dan Relief serupa pada candi siwa sehingga tamat.
3. Candi Wisnu
Bentuk ukuran relief dan hiasan dindingnya sama dengan candi Brahma. Di dalam satu-satunya ruangan yang ada berdirilah arca wisnu bertangan 4 yang memegang gada, cakra, tiram pada dinding langkah sebelah dalam terpahat relief cerita kresna sebagai “Avatar” atau penjelmaan wisnu dan balamara (Baladewa) kakanya.
4. Candi Nandi
Luas dasarnya 15 meter persegi dan tingginya 25 meter. Di dalam satu-satunya ruangan yang ada terbaring arca seekor lembu jantan dalam sikap merderka dengan panjang + 2 meter. Di sudut belakangnya terdapat arca dewa candra, candra yang bermata tiga berdiri di atas kereta yang ditarik oleh 7 ekor kuda. Candi ini sudah runtuh.
5. Candi Angsa
Candi ini mempunyai satu ruangan yang tak berisi apapun. Luas dasarnya 13 m2 dan tingginya 22 m. mungkin ruangan ini hanya di pakai untuk kandang angsa hewan yang biasa di kendarai oleh Brahma.
6. Candi Garuda
Di dalam satu-satunya ruangan yang ada, terdapat area kecil yang berwujud seekor garuda diatas seekor naga, Garuda adalah kendaraan Wisnu.
7. Candi Apit
Luas dasarnya 6 m2 dengan tinggi 16 m. ruangan ini kosong mungkin candi ini di gunakan untuk bersemedi sebelum memasuki candi-candi induk.
8. Candi Kelir
Luas dasarnya 1, 55 m2 dengan tinggi 4,10 m. Candi ini tidak mempunyai tangga masuk. Fungsinya sebagai penolak bala.
9. Candi Sudut
Luas dasarnya 1,55 m2 dengan tinggi 4,10 m.
2.2.3. Candi-Candi Lain Di Sekitar Prambanan
1. Candi Lumbung, Brubah Dan Sewu
Ketiga candi budha ini tinggal reruntuhan kecuali candi sewu yang masih bias dinikmati keindahanya. Candi ini terletak dalam Komplek Candi Prambanan
2. Candi Plaosan
Candi ini dibangun pada abad 9 Masehi oleh Rakai Pikatan sebagai hadiah kepada permaisuri. Kelompok candi Plaosan utara terdiri atas 2 candi induk, 58 parawa, 126 buah stupa. Kelompok candi Plaosan selatan hanya berupa sebuah candi. Halaman candi induk terbagi 2 yang masing-masing diatasnya berdiri atas untuk tempat tinggal pada pendeta budha dan tingkat bawah untuk kegiatan keagamaan.
3. Candi Boko (Keraton Ratu Boko)
Letaknya + 3 km kearah selatan dari percandian prambanan, terdiri dari atas bukit kidul yang merupakan lanjutan dari pegunungan seribu dengan pemandangan alam yang permai disekitarnya bangunan ini sangat unik, dan lebih mengesankan sebuah keratin. Diperkirakan Balaputera Dewa dari denasti syailendra yang beragama budha. Mendirikanya pada pertengahan 9 masehi sebagai benteng pertahanan yang strategis terhadap Rakai Pikatan.
4. Candi Banyunibo
Candi ini terletak + 200 m kearah tenggara dari candi Boko terdiri atas sebuah lembah “Banyu berarti air” nibo berarti jatuh menetes yang bermakna bagi lingkungan masyarakat Jawa. Candi budha ini didirikan pada abad 9 masehi. Arca-arca bodhisatwa terpahat pada dinding luarnya dinding ini dihias dengan indah Biara Budha yang dibangun pada + abad 8 Masehi ini terletak pada sisi kiri jalan raya Yogya – Solo, masuk + 500 m ke arah utara. Bangunan ini merupakan kumpulan dari candi yang hilang.
5. Candi Kalasan
Peninggalan agama tertua adalah candi ini didirikan oleh penangkaran, Raja kedua dari kerajaan mataram kuno pada abad 8 masehi sebagai persembahan kepada Dewi Tara Lengkung “Kalamakara dengan hiasan khayangan diatasanya terdapat di pintu masuk begitu indah. Keindahan hiasan dan relief-reliefnya disebabkan oleh penggunaan sejenis semen kuno “Bajralepa” candi ini dianggap permata kesenian Jawa Tengah.
6. Candi Sambisari
Setelah terpendam selama berabad-abad karena letusan gunung berapi pada bulan juli 1966 ditemukan kembali secara kebetulan oleh seorang pentane yang tengah mengerjakan sawahnya. Pada tahun 1986 telah selesai pugar keunikanya ia terletak 6,5 m di bawah permukaan tanah dan tidak mempunyai kaki candi yang sebenarnya. Bangunan terdiri atas sebuah candi induk dan 3 candi pewarna yang tidak bertubuh maupun berkaki . pada sisi-sisi luar dinding candi induknya terdapat relung-relung yang berisi arca-arca. Didalam ruangannya terdapat Lingga dan Yoni, kedua aspek dari siwa. Kesatuanya melambangkan totalitas dan kesuburan.
7. CANDI SARI
“Sari” berarti indah/cantik sesuai bentuknya yang ramping. Mungkin karena keindahannya yang menarik perhatian Ia dinamakan demikian karena puncak atap berhias 9 stupa.
2.3.Malioboro
Kawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Jogja, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal.
Barang yang diperdagangkan dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.
Keramaian dan semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan.
Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai.
Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.
Dan ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian khusus karena kawasan Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan dan ini sangat memalukan sebenarnya.
2.4.Museum AA
2.4.1. Selayang Pandang
Berminat mengetahui sejarah perjuangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU)? Datanglah ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, atau yang biasa disingkat Museum Dirgantara. Di museum ini, pengunjung bisa melihat berbagai peninggalan sejarah perjuangan TNI-AU dengan total hampir 10.000 koleksi, meliputi dokumen berupa foto maupun prasasti, patung para pioner TNI-AU, foto dokumentasi, model pakaian dinas, dan diorama. Di samping itu, museum ini juga menyediakan berbagai macam jenis Alutsista (Alat utama sistem senjata), seperti beragam jenis senjata, puluhan model pesawat, hingga radio pemancar dan radar. Ribuan koleksi Museum Dirgantara tersebut dipamerkan di dalam tujuh ruangan yang berbeda, antara lain Ruang Utama, Ruang Kronologi I, Ruang Kronologi II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Diorama, dan Ruang Minat Dirgantara.
Museum Dirgantara Mandala adalah museum terbesar dan terlengkap mengenai sejarah keberadaan TNI-AU di Indonesia. Lokasi museum sendiri berada di atas area seluas + 5 hektar, dengan luas bangunan sekitar 7.600 m2. Sebelum berlokasi di daerah Wonocatur, Yogyakarta, Museum Pusat TNI-AU berada di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta. Museum tersebut diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin, pada tanggal 4 April 1969.
Berdasarkan pertimbangan bahwa Yogyakarta pada periode 1945—1949 mempunyai peranan penting dalam kelahiran dan perjuangan TNI-AU, serta menjadi pusat pelatihan (kawah candradimuka) bagi para Taruna Akademi Udara, maka museum tersebut akhirnya dipindahkan ke Yogyakarta. Museum Pusat TNI-AU kemudian digabung dengan Museum Ksatrian AAU (Akademi Angkatan Udara) yang sebelumnya sudah ada di Yogyakarta. Peresmian museum baru tersebut dilakukan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU.
Namun, karena lokasinya tidak lagi memadai untuk menampung berbagai koleksi Alutsista yang ada, maka Museum Dirgantara Mandala dipindah ke lokasi yang baru, yaitu di gudang bekas pabrik gula di Wonocatur yang masih berada dalam wilayah Landasan Udara Adisutjipto. Pada zaman Jepang, gedung bekas pabrik gula ini digunakan sebagai gudang senjata dan hanggar pesawat terbang, sehingga memang cukup sesuai untuk digunakan sebagai lokasi museum yang baru. Setelah direnovasi, gedung museum yang baru tersebut kemudian diresmikan pada tanggal 29 Juli 1984 (bertepatan dengan Hari Bhakti TNI-AU) oleh Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Sukardi.
2.4.2. Ketimewaan
Mengunjungi Museum Dirgantara, wisatawan akan disambut oleh beberapa pesawat tempur dan pesawat angkut yang dipajang di halaman museum. Salah satu koleksi terbaru museum ini adalah pesawat tempur tipe A4-E Skyhawk yang dipajang di muka gedung museum. Hingga tahun 2003, TNI-AU telah mengoperasikan sebanyak 37 pesawat A4-E Skyhawk, sebelum akhirnya beberapa pesawat digantikan oleh pesawat Sukhoi tipe Su-27SK dan Su-30MK.
Memasuki gedung museum, pengunjung akan disambut oleh patung empat tokoh perintis TNI-AU, yaitu Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi. Para perintis TNI-AU ini telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, dan diabadikan menjadi nama bandar udara di berbagai kota di tanah air.
Pada ruangan selanjutnya, pengunjung akan dikenalkan pada sejarah awal pembentukan angkatan udara di Indonesia. Di Ruang Kronologi I ini, Anda dapat melihat foto dan informasi yang berhubungan dengan pembentukan angkatan udara indonesia, semisal ‘Penerbangan Pertama Pesawat Merah Putih‘ pada 27 Oktober 1945 yang melakukan misi pembalasan atas serangan Belanda, berdirinya ‘Sekolah Penerbangan Pertama di Maguwo‘ pada 7 November 1945 yang dipimpin oleh A. Adisutjipto, berdirinya Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Angkatan Udara pada 9 April 1946, serta berbagai perlawanan udara untuk melawan agresi militer Belanda lainnya. Di ruangan ini juga dipamerkan berbagai peralatan radio dan foto penumpasan berbagai pemberontakan di tanah air, seperti pemberontakan DI/TII, Penumpasan G 30 S/PKI, serta Operasi Seroja. Pada ruangan selanjutnya, dipajang berbagai jenis pakaian dinas yang biasa digunakan oleh para personel TNI-AU, meliputi pakaian tempur, pakaian dinas sehari-hari, hingga pakaian untuk tugas penerbangan.
Ruangan yang akan membuat Anda berdecak kagum adalah Ruangan Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata yang pernah digunakan oleh TNI-AU. Alutsista ini meliputi pesawat tempur dan pesawat angkut, model mesin-mesin pesawat, radar pemantau wilayah udara, serta senjata jarak jauh seperti rudal. Koleksi pesawat di ruangan ini mencapai puluhan, mulai dari pesawat buatan Amerika, Eropa, hingga buatan dalam negeri. Salah satu pesawat pemburu taktis yang cukup terkenal adalah pesawat P-51 Mustang buatan Amerika Serikat. Dalam sejarahnya, pesawat ini telah digunakan dalam berbagai operasi menjaga keutuhan negara, terutama dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, Permesta, dan G 30 S/PKI, serta ikut andil dalam Operasi Trikora dan Operasi Dwikora. Pesawat lainnya yang tak kalah menarik adalah pesawat buatan Inggris, namanya Vampire tipe DH-115. Pesawat ini merupakan pesawat jet pertama yang diterbangkan di Indonesia pada tahun 1956 oleh Letnan Udara I Leo Wattimena.
Koleksi lainnya yang sangat penting dalam sejarah TNI-AU adalah replika pesawat C-47 Dakota dengan nomor registrasi VT-CLA yang ditembak jatuh di daerah Ngoto, Bantul, oleh Belanda ketika hendak mendarat di Maguwo Yogyakarta pada 29 Juli 1947. Pesawat ini semula berangkat dari Singapura dengan misi kemanusiaan, yaitu mengangkut bantuan obat-obatan. Penerbangan tersebut sebetulnya telah diumumkan dan disetujui oleh kedua belah-pihak (Belanda-Indonesia). Namun, oleh Belanda pesawat tersebut kemudian ditembak jatuh dan menewaskan para pionir Angkatan Udara, antara lain Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.
Seperti diutarakan oleh F Djoko Poerwoko, untuk menghormati gugurnya para pahlawan udara tersebut, maka nama-nama pioner TNI-AU itu kemudian diabadikan sebagai nama pangkalan udara di Jawa sejak tahun 1952, antara lain Adisutjipto di Yogyakarta, Abdulrahman Saleh di Malang, dan Adisumarmo di Solo. Tanggal 29 Juli sebagai tanggal gugurnya para pahlawan TNI-AU tersebut juga diperingati sebagai ‘Hari Berkabung AURI‘ sejak tahun 1955, kemudian diganti menjadi ‘Hari Bhakti Angkatan Udara‘ sejak tahun 1961.
2.4.3. Lokasi
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala terletak di Jalan Kol. Sugiono, Kompleks Landasan Udara Adisutjipto, DI Yogyakarta, Indonesia.
2.4.4. Akses
Museum ini buka tiap hari Minggu hingga Kamis pukul 08.00—13.00 WIB dan hari Jumat sampai Sabtu pukul 08.00—12.00 WIB. Sedangkan pada hari Senin dan libur nasional tutup.
Museum Dirgantara berada di sebelah timur Jalan Lingkar Timur (Ring Road Timur) Yogyakarta, tepatnya di sebelah timur Jembatan Layang Janti. Jarak Musem Dirgantara dari pusat kota Yogyakarta sekitar 10 kilometer, sementara dari Bandara Adisutjipto sekitar 5 kilometer. Wisatawan yang ingin mengunjungi museum ini dapat menggunakan bus kota jalur 7 (biaya Rp 2.500 per orang), kemudian turun di SD Angkasa. Dari SD ini wisatawan cukup berjalan kaki sejauh + 200 meter untuk sampai di lokasi museum.
Jika menggunakan jasa bus Transjogja, ambillah rute 1 A atau 1 B (dengan biaya Rp 3.000,00 per orang), kemudian turun di halte Janti di bawah jembatan. Dari halte ini Anda dapat berjalan kaki sejauh 500 meter, atau menggunakan jasa becak.
2.4.5. Harga Tiket
Wisatawan yang berkunjung ke Museum Dirgantara akan dipungut biaya sebesar Rp 3.000,00 per orang.
2.4.6. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Saat ini Museum Dirgantara telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti perpustakaan, auditorium, mushola, serta toilet. Bagi Anda yang membawa kendaraan pribadi dapat memarkir kendaraan di area parkir museum. Di sekitaran lahan parkir, juga telah tersedia kios suvenir serta kios makanan.
2.5.Kraton Yogyakarta
2.5.1. Keraton
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas. Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.
2.5.2. Tata ruang dan arsitektur umum
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda – Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya sebagai “arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939). 1. Tata ruang
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris. Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
- Arsitektur umum
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu . Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi. Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya. Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
2.5.3. Kompleks depan
1. Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis. Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan.
Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi, dan Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada. Di sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawi yang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari utara.
Di selatan Gapura Pangurakan nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurakan yang sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari Gapura Pangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Lor.
- Alun-alun Lor
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.
Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”saat Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.
Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.
Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya. Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.
- Mesjid Gedhe Kasultana
Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura.
Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.
Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Lor digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Botol. pada upacara Sekaten di tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
2.5.4. Kompleks inti keraton
1. Kompleks Pagelaran
Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.
Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur. 2. Siti Hinggil Ler
Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univ. Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae). Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal Pacikeran yang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung terletak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam istana. Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan. Bangsal Manguntur Tangkil terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini adalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan. Bale Bang yang terletak di sebelah timur Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
3. Kamandhungan Lor
Di selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintu Gapura Keben di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.
Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat ini. 4. Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri Manganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan even pariwisata keraton.
Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan. Tempat ini digunakan untuk menempatkan beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya. Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan HB II yang mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan bangunan lainnya. 5. Kedhaton
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja Cihna.
Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjutnya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.
Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya. Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro. Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan[, Gedhong Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX. Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki tempat khusus untuk beribada pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan. 6. Kamagangan
Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama.
Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan.
Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
7. Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut dengan Pamengkang. 8. Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya.
Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahun kota Yogyakarta. Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya.
2.5.5. Kompleks belakang keraton
1. Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yang memang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di antara gapura utara dan selatan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah kandang guna memelihara gajah milik Sultan.
Di sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; famili Anacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini (Mangifera odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya.
2. Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
2.5.6. Bagian lain Keraton
- Pracimosono
Kompleks Pracimosono merupakan bagian keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit keraton. Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yang tertutup untuk umum ini terletak di sebelah barat Pagelaran dan Siti Hinggil Lor.
- Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.
- Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini tertutup untuk umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh Sultan dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan. Lokasi ini tertutup untuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan HB VII. Lokasi yang berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X dan keluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum. 2.5.7. Warisan budaya
Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak asing.
- Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
- Garebeg
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan.
Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih tumpul.
Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug. - Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).
Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud.
Selama sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.
- Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis).
Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada ditengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfiah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat oleh Mas Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih dikenal dengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat. tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan. Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada ditengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
2.6. Taman Pintar
2.6.1. Pandangan Umum
Taman Pintar yang berlokasi di jalan Panembahan Senopati, Yogyakarta. Taman pintar ini ditujukan bagi anak-anak Indonesia dan siapapun saja agar tumbuh ketertarikan untuk belajar dan kreatif dalam bidang sains dan teknologi.
Science center yang di sebut “TAMAN PINTAR” ini dibangun oleh gabungan swasta dan pemerintah propinsi DIY yang pembangunannya dimulai sejak Mei 2006 dan diresmikan pada, 09 Juni 2007. Dengan motto “MENCERDASKAN DAN MENYENANGKAN”. Siapapun bisa dengan leluasa memperdalam ilmu pengetahuanya sekaligus menuntaskan rasa ingin tahu akan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pendekatan ilmiah namun tetap menyenangkan.
Taman Pintar adalah tempat wisata untuk anak-anak Yogyakarta ataupun anak-anak Indonesia agar tumbuh ketertarikan untuk belajar dan kreatif dalam bidang sains dan teknologi yang berlokasi di jalan Penembahan Senopati , Yogyakarta.
Di taman pintar ini pengunjung tidak saja hanya bisa melihat berbagai sains yang diperagakan melainkan mereka juga dapat menikmati, mencoba dan beratraksi. Mereka dapat bermain dengan alat peraga sians yang tersedia, sehingga dapat merasakan bagaimana sains itu.
Di Indonesia, wahana semacam ini di awali dengan berdirinya pusat peragaan (PP) IPTEK yang berlokasi di TMII. Dari sinilah “Science Center” mulai berkembang yang lainya di Indonesia selang puluha tahun kemudian.
Science Center yang disebut Taman Pintar ini di bangun oleh gabungan swasta dan Pemerintah Propinsi DIY yang pembangunannya dimulai sejak Mei 2006 dan diresmikan oleh 2 materi yakni menristik Kusmayanto Kadiman dan Mendiknas Bambang Sudibyo pada 9 Juni 2007. Semua peragaan iptek tidak hanya dilihat saja, akan tetapi juga bisa dapat disentuh dan dicoba-coba oleh pengunjung sehingga taman pintar ini akan merangsang rasa ingin tau, menumbuhkan kesadaran akan pentingnya iptek, memancing kreatifitas, dan peningkatan gairah belajar mata ajaran ilmu-ilmu dasar seperti: Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.
Motto Taman Pintar nampak sederhana yakni tiga-N : “ Niteru, Niroake, Nambahi” sesungguhnya memiliki kedalaman fisiologinya Ki Hajar Dewantara. Dalam konteks masa kini, filosofi itu ada konsekwensinya dengan proses transfer teknologi yang mengacu pada konsep Three – A yaitu : “Adopt, Adapt, Adrance” disebut taman pintar karena dikawasan ini siswa mulai prasekolah sampai SLTA bisa dengan leluasa memperdalam pemahamanya soal materi pelajaran yang diterima di sekolah dan berkreasi.
Pendekatan untuk menyampaikan lmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui berbagai media dengan tujuan meningkatkan prestasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara garis besar materi isi taman pintar terbagi menurut kelompok usia dan penekanan materi. Terbagi atas usia tingkat prasekolah hingga taman kanak-kanak dan sekolah dasar hingga sekolah menengah. Sedangkan menurut penekanan materi diwujudkan dalam interaksi antara pengunjung dan materi yang disampaikan melalui anjungan yang ada. Salah satu dari sejumlah permainan yang disediakan ditaman antara lain : permainan air yang memperkenalan bagaimana terjadinya pelangi. Permainan yang tidak kalah menariknya adalah permainan parabola berbisik. Masing-masing anak berdiri di depan parabola yang jaraknya 15 m, kemudian mereka berbisik. Nah temannya yang jauh dari parabola itu nanti akan mendengar. Itu namanya Leonvort perambatan pantulan gelombang suara, jadi melalui media udara.
Tersedia permainan pipa gaung. Konsep gaung adalah anak-anak bisa berbisik / berbicara dari ujung-ujung pipa. Suara itu bisa merambat melalui pipa, bisa dipantulkan sehingga bisa terdengar diujung satunya. Pipanya dipendam, selain itu yang paling disukai anak-anak yaitu “gendang” dinding berdandang,. Dinding ini menjelaskan kalau luas kecil permukaan itu menentukan tinggi rendahnya nada. Missal : permukaan kecil berarti nada yang dihasilkan itu kecil, jadi anak bisa belajar sendiri berbgai pengetahuan yang selama ini hanya mereka peroleh dalam bentuk teori.
2.6.2. Latar Belakang Taman Pintar
Sejak terdirinya ledakan perkembangan sais, sekitar tahun 90-an, terutama teknologi informasi pada giliranya telah menghantarkan peradaban manusia menuju area tanpa batas Perkembangan Sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu dan wujud kepedulian terhadap pendidikan, maka pemerintah kota Yogyakarta menggas sebuah ide untuk pembangunan “Taman Pintar” Dengan target pembangunan taman pintar adalah memperkenalkan Science kepada siswa dari dini, harapan lebih luas, kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran ekspoliasi pasar teknologi sendiri. Bangunan taman pintar ini dibangun adanya keterkaitan yang erat anatara taman pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan disekitarnya, seperti taman budaya dan Benteng Vrebuderg Sudibyo.
Pembangunan tahap II adalah gedung oval lantai I dan II. Serta gedung kotak lantai I diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas Bambang Sudibyodan Menristek Kusmanto Kadiman serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubono X.
Pembangunan tahap III adalah : gedung kotak lantai II dan III tampak Presiden dan gedang memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, grand opening taman pintar dilaksanakan pada tanggal, 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono.
( Rabu, 26 Agustus 2009)
2.6.3. Logo Taman pintar
Maknanya :
Kembang api adalah simbolisasi dari intelegensi dalam imajinasi
Dalam bahasa Jawa, kembang api menggambarkan “MLETIK = Pintar = PADHANG MAK BYAR = Pintar”
Kembang api merupakan sesuatu yang menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi taman pintar sebagai wahana ekspresi, apresiasi, dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan.
Gambar logo yang keluar mengandung makna “OUT WARD LOOKING”, selalu melihat keluar untuk terus belajar mengikuti dinamika perubahan diluar dirinya.
Gambar logo tampak seperti matahari mengandung makna menyinari sepanjang masa.
Efek Perspektif adalah simbolisasi sesuatu yang tinggi “cita – cita”, pengharapan bak taman pintar akan generasi muda Indonesia, khususnya Yogyakarta dalam meraih cita-citanya
Wahana gabungan HIJAU – BIRU melambangkan pertumbuhan tak terbatas
Maskof taman pintar adalah burung hantu bernama tepi. Burung hantu adalah spesies burung yang banyak melakukan aktifitas di malam hari. Dengan kepekaan yang dimilikinya. Ia mempelajari dalam sekitarnya dengan merasakan semua kejadian alam yang ada di sekelilingnya.
2.6.4. Sejarah Keratn didalam Taman Pintar
Sejarah puripakualam tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kerajaan mataran islam yang didirikan oleh penembahan senopati (1575 – 1601) puropakualam menjadi bagian integral entitas kekuasaan mataram islam yang terpecah dan terbagi dalam dinamika sejarah.
2.6.5. Biografi
Kyai Haji Ahmad Dahlan ketika masa kanak-kanak Ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan suka menolong dan di senangi dalam pergaulan. Disamping itu Ia juga mempunyai kelebihan dan ketrampilan dalam membuat barang-barang mainan yang tidak hanya dibuat untuk dirinya sendiri tetapi teman-teman dan saudara-saudaranya.
2.6.6. Sejarah Presiden RI
1. Ir. Soekarno ( 1945 – 1966 )
Lahir : Blitar, Jatim, 06 Juni 1901
Putra : Raden Soekemi Sosrodiharjo
Wafat : Jakarta, 21 Juni 1970
2. H.M Soeharto ( 1996 – 1998 )
Lahir : Yogyakart, 08 Juli 1921
Putra : Kertosudiro
Wafat : Jakarta, 27 januari 2008
3. Beharudin Yusuf Habibie ( 1998 – 1999 )
Lahir : Pare – pare, 25 Juni 1936
Putra : Alwi Abdul Jalil Habibie
4. Abdulrahman Wahid (1999 – 2001 )
Lahir : Jombang, 4 Agustus 1940
Putra : Wahid Hasyim
Wafat : Jakarta, 30 Desember 2009
5. Dr (Hc) Hj. Megawati Soekarno Putri ( 2001 – 2004 )
Lahir : Yogyakarta, 23 Januari 1947
Nama Lengkap : Dyah Pertama Megawati
Setyawati Soekarno Putri
Putra : Ir. Soekarno
6. Dr.H. Susilo Bambang Yudoyono ( 2004 - ….. )
Lahir : Pacitan, 9 September 1949
Putra : S. Soekotjo
2.6.7. System Pembangkit Listrik
PLTP adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bumi. Listrik dibangkitkan dari sebuah generator yang digerakan oleh uap panas yang berasal dari perut bumi.
Berikut tokoh-tokoh penemu listrik :
1. Penemu Listrik (1752) : Benjamin Franklin
2. Penemu Listrik (1791) : Luigi Guluani
3. Penemu Listrik (1800) : Alessandro Vosta
4. Penemu Listrik (1820) : Hans Cristian Orste
5. Penemu Listrik (1876) : Alexander Graham Bell
6. Penemu Listrik (1880) : Thomas Alfa Edison
7. Penemu Listrik (1911) : George Cristian Orstens
2.7. Pantai Parangtritis
Parangtritis, adalah sebuah tempat pariwisata berupa pantai pesisir Samudra Hindia yang terletak kurang lebih 25 kilometer sebelah selatan kota Yogyakarta. Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada objek wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung – gunung pasir yang tinggi di sekitar pantai, gunung pasir tersebut biasa disebut oleh orang-orang sekitar gumuk. Pantai Parangtritis merupakan pantai yang penuh mitos, diyakini merupakan perwujudan dari kesatuan trimurti yang terdiri dari Gunung Merapi, Kraton Yogyakarta dan Parangtritis. Pantai ini juga diyakini sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga sesaat setelah selesai menjalani pertapaan. Dalam pertemuan itu, Senopati diingatkan agar tetap rendah hati sebagai penguasa meskipun memiliki kesaktian.
Sejumlah pengalaman wisata bisa dirasakan di pantai ini. Menikmati pemandangan alam tentu menjadi yang paling utama. Pesona alam itu bisa diintip dari berbagai lokasi dan cara sehingga pemandangan yang dilihat lebih bervariasi dan anda pun memiliki pengalaman yang berbeda. Bila anda berdiri di tepian pantainya, pesona alam yang tampak adalah pemandangan laut lepas yang maha luas dengan deburan ombak yang keras serta tebing-tebing tinggi di sebelah timurnya.
Untuk menikmatinya, anda bisa sekedar berjalan dari arah timur ke barat dan memandang ke arah selatan. Selain itu, anda juga bisa menyewa jasa bendi yang akan mengantar anda melewati rute serupa tanpa lelah. Ada pula tawaran menunggang kuda untuk menjelajahi pantai. Biayanya, anda bisa membicarakan dengan para penyewa jasa.
Tapi sayang saat kami pergi kesana hanya waktu pagi hari,jadi kami tidak bisa secara langsung menikmati indahnya pantai parangtritis,yang konon katanya suasana disana sangat indah dan menarik untuk dinikmati.ditambah adanya angkringan yang menjual berbagai minuman dan makanan yang bisa menghangatkan tubuh kita.
2.8. Candi Borobudur
2.8.1. Letak
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.
2.8.2. Bentuk Bangunan
- Denah Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
- Tinggi 35,40 meter.
- Susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
- Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
- Pembagian vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
- Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan ber-pradaksina.
- Batu-batu Candi Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter persegi (kira-kira 2.000.000 potong batu)
2.8.3. Riwayat Temuan
Candi Borobudur muncul kembali tahun 1814 ketika Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali negara Indonesia mengadakan kegiatan di Semarang, waktu itu Raffles mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar, kemudian ia mengutus Cornelius seorang Belanda untuk membersihkannya. Pekerjaan ini dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman pada tahun 1835. Disamping kegiatan pembersihan, ia juga mengadakan penelitian khususnya terhadap stupa puncak Candi Borobudur, namun sayang mengenai laporan penelitian ini tidak pernah terbit. Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada tahun 1873 oleh Van Kinsbergen. Menurut legenda Candi Borobudur didirikan oleh arsitek Gunadharma, namun secara historis belum diketahui secara pasti. Pendapat Casparis berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 M dan prasasti Sri Kahulunan 842 M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang memerintah tahun 782-812 M pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana.
Pendapat Dumarcay Candi Borobudur didirikan dalam 5 tahap pembangunan yaitu:
- Tahap I + 780 Masehi
- Tahap II dan III + 792 Masehi
- Tahap IV + 824 Masehi
- Tahap V + 833 Masehi
2.8.4. Nama Candi Borobudur
Mengenai penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
Raffles: Budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat) Sang Budha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha) Budha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha)
Moens: Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
Casparis: Berasal dari kata sang kamulan ibhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
Poerbatjaraka: Biara di Budur (Budur= nama tempat/desa)
Soekmono dan Stutertheim: Bara dan budur berarti biara di atas bukit Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
2.8.5. Pemugaran
Upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp dan yang kedua dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono (alm).
Pemugaran I tahun 1907 – 1911, Pemugaran I sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya. Namun oleh karena beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa, tidak bisa dipasang kembali. Pemugaran bagian bawahnya lebih bersifat tambal sulam seperti perbaikan/pemerataan lorong, perbaikan dinding dan langkan tanpa pembongkaran sehingga masih terlihat miring. Usaha-usaha konservasi telah dilakukan sejak pemugaran pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan terus menerus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur, sementara proses kerusakan dan pelapukan batu-batu Candi Borobudur yang disebabkan oleh berbagai faktor terus berlangsung. Dan hasil penelitian yang diadakan oleh suatu panitia yang dibentuk dalam tahun 1924 diketahui bahwa sebab-sebab kerusakan itu ada 3 macam, yaitu korosi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri (O.V. 1930 : 120-132).
Pemugaran II tahun 1973 – 1983, Sesudah usaha pemugaran Van Erp berhasil diselesaikan pada tahun 1911, pemeliharaan terhadap Candi Borobudur terus dilakukan. Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Van Erp 10 tahun sebelumnya, diketahui ternyata proses kerusakan pada Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah, terutama pada dinding relief batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim. Selain itu bangunan candinya juga terancam oleh kerusakan. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, maka secara otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO. Melalui lembaga UNECO tersebut, Indonesia mulai mengimbau kepada dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut. Usaha tersebut berhasil, dengan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 mulailah dilakukan pemugaran secara total. Oleh karena pada tingkat Arupadhatu keadaannya masih baik, maka hanya tingkat bawahnya saja yang dibongkar. Dalam pembongkaran tersebut ada tiga macam pekerjaan, yaitu tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi, pekerjaan teknik sipil yaitu pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung Candi Borobudur untuk setiap tingkatnya dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya, dan pekerjaan kemiko arkeologis yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut, cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.
2.8.6. Relief
Disamping maknanya sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal secara filosofis meliputi Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu, Candi Borobudur mengandung maksud yang amat mulia, maksud ini diamanatkan melalui relief-relief ceritanya. Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Berikut uraian singkat dari relief tersebut.
1. Tingkat 1
- dinding atas relief Lalitavistara : 120 panilRelief ini menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan ermohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi nama pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai, umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan enjadi pendeta dengan memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.
- dinding bawah relief Manohara dan Avadana : 120 panilCerita Manohara menggambarkan cerita udanakumaravada yaitu kisah perkawinan pangeran Sudana dengan bidadari Manohara. Karena berjasa menyelamatkan seekor naga, seorang pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso dari orang tua naga. Pada suatu hari Halaka melihat bidadari mandi di kolam, dengan lasonya berhasil menjerat salah seorang bidadari tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka Manohara dipersembahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah Sudana tidak setuju. Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi pernikahan pangeran Sudana dengan Manohara. Cerita Awadana mengisahkan penjelmaan kembali orang-orang suci, diantaranya kisah kesetiaan raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seekor burung kecil minta tolong raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dimangsa burung elang. Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk rakyat kecil dan semua makhluk hidup.
- langkan bawah (kisah binatang) relief Jatakamala: 372 panil langkan atas (kisah binatang) relief Jataka:128 panil Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur dengan pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk melawan kera, namun banteng menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari hutan dan mengganggu kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan. Kisah jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan.
2. Tingkat 2
- dinding relief Gandawyuha : 128 panil
- langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.
3. Tingkat 3
dinding relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
2.8.7. Arca
- Tokoh yang diarcakan: Dhyani Buddha, Manusi Buddha, dan Boddhisatva.
- Jumlah arca : 504 buah
Rincian letak arca :
- Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca, ukuran semakin ke atas semakin kecil dan diletakkan pada relung, dengan rincian: Teras I : 104 arca Teras II : 104 arca Teras III : 88 arca Teras IV : 72 arca Teras V : 64 arca
- Pada tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran sama dan diletakkan di dalam stupa, dengan rincian:Teras VI : 32 arca Teras VII : 24 arca Teras VIII : 16 arca
- Pada tingkat Rupadhatu ini terdapat 432 arca Dyani Buddha diletakkan di dalam relung di segala penjuru arah mata angin yaitu: Arca Dhyani Buddha Aksobya letak di sisi Timur dengan sikap tangan Bhumisparsamudra, Arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa letak sisi Selatan dengan sikap tangan Waramudra, Arca Dhyani Buddha Amoghasidha letak di sisi Utara dengan sikap tangan Abhayamudra, Arca Dhyani Buddha Wairocana di pagar langkan tingkat V dengan sikap Witarkamudra
- Di dalam stupa teras I, II, dan III terdapat arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra
- Arca singa : 32 buahMenurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi Borobudur.
2.8.8. Stupa
Jumlah stupa 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar I, 24 stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III.
Bentuk stupa :
- Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
- Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:Lubang belah ketupat pada stupa teras melingkar I dan II Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
- Arti simbolis lubang terawang belah ketupat: Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan – Arti simbolis lubang terawang segi empat: Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau ?sempurna? daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
2.8.9. Perlindungan
Usaha perlindungan dilakukan dengan membuat mintakat (zoning) pada situs Candi Borobudur yaitu:
- Zone I Area suci, untuk perlindungan monumen dan lingkungan arkeologis (radius 200 m)
- Zone II Zona taman wisata arkeologi, untuk menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah (radius 500 m)
- Zone III Zona penggunaan tanah dengan aturan khusus, untuk mengontrol pengembangan daerah di sekitar taman wisata (radius 2 km)
- Zone IV Zona Perlindungan daerah bersejarah, untuk perawatan dan pencegahan kerusakan daerah sejarah (radius 5 km)
- Zone V Zona taman arkeologi nasional, untuk survei arkeologi pada daerah yang luas dan pencegahan kerusakan monumen yang masih terpendam (radius 10 km)
Zona I dan zona II dimiliki oleh pemerintah. Zona I dikelola oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, zona II dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Pada zona II juga tersedia fasilitas turis : parkir mobil, loket tiket, pusat informasi, museum, kios-kios, dan lain-lain. Zona III, IV, dan V dimiliki oleh masyarakat, tetapi pemanfaatannya dikontrol oleh pemerintah daerah.
BAB 3
Penutup
3.1. Kesimpulan
maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja itu sangat banyak,dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti aslinya.agar menarik para wisatawan untuk berlibur ke jogja.
Selain itu,kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trend.tapi justru itu salah,kita harus tetap menjaga budaya asli jogja itu sendiri agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Jogja merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di jogja.walaupun banyak cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat luas,para wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
3.2. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi kita semua.
Datangilah tempat-tempat bersejarah yang ada didaerah Istimewa Yogyakarta agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejara-sejarah dan seni budaya Indonesia.
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus bergotong-royong menjaga keindahan alam kita.
BAB 4
LAMPIRAN FOTO DOKUMENTASI
4.1. Monumen jogja kembali